Tweet |
Mata
Kuliah : Fiqih
Judul : Jual Beli
Jumlah : 9 halaman
Tingkat : Pelajar/Mahasiswa/Umum
Kode :
Download:
Gambaran Isi:
JUAL BELI
A.
Pengertian
Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-Bai’,
al-Tijarah, dan al-Mubadalah, sebagaimana Allah SWT berfirman :
29......” Mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”
(Fathir : 29)
Menurut istilah (terminologi)
yang dimaksud dengan jual beli adalah:
1.
Menukar barang dengan barang atau
barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang
lain atas dasar saling merelakan.[1]
2.
“Pemilikan harta benda dengan
tukar-menukar yang sesuai dengan aturan Syara’”.[2]
3.
“Saling tukar harta, saling menerima,
dapat dikelola dengan ijab kabul dengan cara yang sesuai dengan Syara’”.[3]
4.
“Tukar menukar benda dengan benda lain
dengan cara yang khusus (dibolehkan)”.[4]
5.
“Penukaran benda dengan benda lain
dengan jalan seling merelakan atau merelakan atau memindahkan hak milik dengan
ada penggantinya dengan cara yang dibolehkan”.[5]
6.
“Aqad yang tegak atas dasar penukaran
harta dengan harta, maka jadilah penukaran hak milik secara tetap”.[6]
Dari beberapa
definisi di atas dapat dipahami bahwa inti jual beli adalah suatu perjanjian
tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela di antara
kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain yang menerimanya
sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan Syara’ dan
disepakati.
Adapun benda-benda
seperti alkohol, babi dan barang terlarang lainnya adalah haram
diperjualbelikan, maka jual beli tersebut dipandang batal dan bila dijadikan
harga penukaran, maka jual beli tersebut dianggap fasid.[7]
Jual beli menurut
ulama Malikiyah ada dua macam, yaitu jual beli yang bersifat umum dan jual beli
bersifat khusus.
Jual beli dalam arti
umum ialah suatu perikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan
kenikmatan. Jual beli dalam arti khusus ialah ikatan tukar-menukar sesuatu yang
bukan kemanfaatan dan bukan pula kelezatan yang mempunyai daya tarik,
penukarannya bukan mas dan bukan pula perak, bendanya dapat direalisir dan ada
seketika (tidak ditangguhkan), tidak merupakan hutang baik barang itu ada di
hadapan si pembeli maupun tidak, barang yang sudah diketahui sifat-sifatnya
atau sudah diketahui terlebih dahulu.[8]
B.
Rukun dan Syarat
Jual Beli
Rukun jual beli itu ada tiga, yaitu akad
(ijab kabul), orang-orang yang berakad (penjual dan pembeli) dan Ma’kub
alaih (obyek akad).
Akad ialah ikatan antara penjual dan
pembeli, jual beli belum dikatakan sah sebelum ijab dan kabul dilakukan, sebab
ijab kabul menunjukkan kerelaan seperti sabda Rasulullah SAW :
“Dari Abi Hurairah ra. Dari Nabi SAW
bersabda: janganlah dua orang yang jual beli berpisah, sebelum saling
meridhoi”.
“Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya
jual beli hanya sah dengan saling merelakan”. (Riwayat Ibn Hibban dan Ibn
Majah)
Jual beli yang menjadi kebiasaan, seperti
jual beli sesuatu yang menjadi kebutuhan sehari-hari tidak[9] diisyaratkan ijab dan
kabul, ini adalah pendapat jumhur.
C.
Syarat-Syarat Sah
Ijab Kabul ialah :
1.
Jangan ada yang memisahkan, janganlah pembeli
diam saja setelah penjual menyatakan ijab dan sebaliknya.
2.
Jangan diselangi dengan kata-kata lain
antara ijab dan kabul.
3.
Beragama Islam, syarat ini khusus untuk
pembeli saja dalam benda-benda tertentu.
Rukun jual beli yang ketiga ialah
benda-benda atau barang yang diperjualbelikan (ma’kud ‘alaih).
Syarat-syarat yang menjadi obyek akad ialah:
·
Suci atau mungkin untuk disucikan, maka
tidak sah penjualan benda-benda najis seperti anjing, babi, dan lainnya,
Rasulullah SAW bersabda:
“Dari Jabir ra
Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan
penjualan arak, bangkai, babi dan berhala”.(Riwayat Bukhari dan Muslim)
·
Memberi manfaat menurut Syara’, maka
dilarang jual beli benda-benda yang tidak boleh diambil manfaatnya menurut
Syara’, seperti menjual babi, kala, cecak dan lainnya.
·
Jangan ditalikan yaitu dikaitkan atau
digantungkan kepada hal-hal lain seperti ; jika ayahku pergi kujual motor ini
kepadamu.
·
Tidak dibatasi waktunya, seperti
perkataan kujual motor ini kepada Tuan selama satu tahun, maka penjualan tersebut
tidak sah, sebab jual beli adalah salah satu sebab pemilikan secara penuh yang
tidak dibatasi apapun kecuali ketentuan Syara’.
·
Dapat diserahkan secara cepat maupun
lambat.
·
Milik sendiri .
·
Diketahui (dilihat). Barang yang
diperjualbelikan harus dapat diketahui banyaknya, beratnya, takarannya, atau
ukuran-ukuran yang lainnya.
Rukun jual beli yang
kedua ialah dua atau beberapa orang yang melakukan akad, adapun syarat-syarat
bagi orang yang melakukan akad adalah:
o
Balig dan berakal.
o
Beragama Islam, syarat ini khusus untuk
pembeli saja dalam benda-benda tertentu.
Download
[1] Lihat
Idris Ahmad,Fiqh al-Syafi’iyah, hlm.5.
[2] Lihat Nawawi, 1956: 130.
[3] Taqiyuddin, Kifayat al-Akhyar,
t.t. hlm. 329.
[4] Lihat, Zakaria: t.t.: 157.
[5] Lihat Fiqh al-Sunnah, hlm. 126.
[6] Lihat
Hasbi Ash-Shidiqie, Peng. Fiqh Muamalah, hlm. 97.
[7] Lihat, Masduki, Fiqh Muamalah
Madiyah, 1986:5.
[8] Lihat al- Jaziri, Fiqh ‘Ala
Madzahib al-Arba’ah, hlm.151.
[9] Lihat, al-Kahlani, Subul al-Salam, hlm. 4.