Tweet |
Mata
Kuliah : Telaah Ekonomi
Judul : Sistem Ekonomi Indonesia
Jumlah : 8 halaman
Tingkat : Pelajar/Mahasiswa/Umum
Kode :
Download:
========================================================
Gambaran Isi:
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam
perkembangan globalisasi seperti kita saksikan saat ini ternyata tidak makin
mudah menyajikan pemahaman tentang adanya sistem ekonomi Indonesia.
Kaum akademisi Indonesia
terkesan makin mengagumi globalisasi yang membawa perangai “kemenangan” sistem
kapitalisme Barat. Sikap kaum akademisi semacam ini ternyata membawa pengaruh
besar terhadap sikap kaum elit politik muda Indonesia,
yang mudah menjadi ambivalen terhadap sistem ekonomi Indonesia dan ideologi kerakyatan
yang melandasinya.
Pemahaman
akan sistem ekonomi Indonesia
bahkan mengalami suatu pendangkalan tatkala sistem komunisme Uni Soviet dan
Eropa Timur dinyatakan runtuh. Kemudian dari situ ditarik kesimpulan
kelewat sederhana bahwa sistem kapitalisme telah memenangkan secara total
persaingannya dengan sistem komunisme. Dengan demikian, dari persepsi
simplisistik semacam ini, Indonesia
pun dianggap perlu berkiblat kepada kapitalisme Barat dengan sistem
pasar-bebasnya dan meninggalkan saja sistem ekonomi Indonesia yang “sosialistik” itu.
Kesimpulan
yang misleading tentang menangnya sistem kapitalisme dalam percaturan
dunia ini ternyata secara populer telah pula “mengglobal”.
Sementara pemikir strukturalis masih memberikan peluang terhadap
pemikiran obyektif yang lebih mendalam, dengan membedakan antara runtuhnya
negara-negara komunis itu secara politis dengan lemahnya (atau kelirunya)
sistem sosialisme dalam prakteknya.
Pandangan
para pemikir strukturalis seperti di atas kurang lebihnya diawali oleh fenomena
konvergensi antara dua sistem raksasa itu (kapitalisme dan komunisme) a.l.
seperti dkemukakan oleh Raymond Aron (1967), bahwa suatu ketika nanti anak-cucu
Krushchev akan menjadi “kapitalis” dan anak-cucu Kennedy akan menjadi
“sosialis”.
Mungkin yang
lebih benar adalah bahwa tidak ada yang kalah antara kedua sistem itu. Bukankah
tidak ada lagi kapitalisme asli yang sepenuhnya liberalistik dan
individualistik dan tidak ada lagi sosialisme asli yang dogmatik dan
komunalistik.
Dengan
demikian hendaknya kita tidak terpaku pada fenomena global tentang kapitalisme
vs komunisme seperti dikemukakan di atas. Kita harus mampu mengemukakan dan
melaksanakan sistem ekonomi Indonesia sesuai dengan cita-cita kemerdekaan
Indonesia, yaitu untuk mencapai kesejahteraan sosial dan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, tanpa mengabaikan hak dan tanggung jawab global kita…..read
more
BAB II
PEMBAHASAN
LANDASAN SISTEM EKONOMI INDONESIA
Secara
normatif landasan idiil sistem ekonomi Indonesia adalah Pancasila dan UUD
1945.
Dengan
demikian maka sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi yang
berorientasi kepada Ketuhanan Yang Maha Esa (berlakunya etik dan moral
agama, bukan materialisme); Kemanusiaan yang adil dan beradab
(tidak mengenal pemerasan atau eksploitasi); Persatuan Indonesia (berlakunya
kebersamaan, asas kekeluargaan, sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi dalam
ekonomi); Kerakyatan (mengutamakan kehidupan ekonomi rakyuat dan hajat
hidup orang banyak); serta Keadilan Sosial (persamaan/emansipasi,
kemakmuran masyarakat yang utama – bukan kemakmuran orang-seorang).
Dari butir-butir
di atas, keadilan menjadi sangat utama di dalam sistem ekonomi Indonesia.
Keadilan merupakan titik-tolak, proses dan tujuan sekaligus.
Pasal
33 UUD 1945 adalah pasal utama bertumpunya sistem ekonomi Indonesia yang berdasar Pancasila,
dengan kelengkapannya, yaitu Pasal-pasal 18, 23, 27 (ayat 2) dan 34.
Berdasarkan
TAP MPRS XXIII/1966, ditetapkanlah butir-butir Demokrasi Ekonomi (kemudian
menjadi ketentuan dalam GBHN 1973, 1978, 1983, 1988), yang meliputi penegasan
berlakunya Pasal-Pasal 33, 34, 27 (ayat 2), 23 dan butir-butir yang berasal
dari Pasal-Pasal UUDS tentang hak milik yuang berfungsi
sosial dan kebebasan memilih jenis pekerjaan. Dalam GBHN 1993 butir-butir
Demokrasi Ekonomi ditambah dengan unsur Pasal 18 UUD 1945. Dalam GBHN 1998 dan
GBHN 1999, butir-butir Demokrasi Ekonomi tidak disebut lagi dan diperkirakan
“dikembalikan” ke dalam Pasal-Pasal asli UUD 1945.
Landasan
normatif-imperatif ini mengandung tuntunan etik dan moral luhur, yang
menempatkan rakyat pada posisi mulianya, rakyat sebagai pemegang kedaulatan,
rakyat sebagai ummat yang dimuliakan Tuhan, yang hidup dalam persaudaraan satu
sama lain, saling tolong-menolong dan bergotong-royong.
WILOPO –VS- WIDJOJO
Pancasila
hampir-hampir tidak terdengar lagi. Seolah-olah orang Indonesia merasa tidak perlu
Pancasila lagi sebagai ideologi negara. Tanpa suatu ideologi negara yang solid,
suatu bangsa tidak akan memiliki pegangan, akan terombang-ambing tanpa platform
nasional yang akan memecah-belah persatuan. Pancasila merupakan “asas bersama”
(bukan “asal tunggal”) bagi pluralisme Indonesia, suatu common
denominator yang membentuk kebersamaan.
Sistem Eknomi
Pancasila pun hampir-hampir hilang dalam pemikiran ekonomi Indonesia. Bahkan demikian pula
Pasal 33 UUD 1945 sebagai landasan ideologinya akan dihilangkan. Apa yang
sebenarnya terjadi?
Perdebatan
mengenai Pasal 33 UUD 1945 (terutama Ayat 1-nya) sudah dimulai sejak awal. Yang
paling pertama dan monumental adalah perdebatan pada tanggal 23 September 1955
antara Mr. Wilopo, seorang negarawan, dengan Widjojo Nitisastro, mahasiswa
tingkat akhir FEUI. Di dalam perdebatan itu kita bisa memperoleh kesan adanya
bibit-bibit untuk ragu meminggirkan liberalisme sebagai peninggalan kolonial
serta menolak koperasi sebagai wadah kekuatan rakyat dalam keekonomian
nasional, betapapun hanya tersirat secara implisit, dengan memadukan tujuan
untuk mencapai “peningkatan pendapatan perkapita” dan sekaligus “pembagian
pendapatan yang merata”, sebagaimana (tersurat) dikemukakan oleh Widjojo
Nitisastro. Di awal penyajiannya dalam debat itu, Widjojo Nitisastro menyatakan
adanya ketidaktegasan akan Ayat 1 Pasal 33 UUD 1945, kemudian
mempertanyakannya, apakah ketidaktegasan ini disebabkan oleh “kontradiksi
inheren” yang dikandungnya (karena masih mengakui adanya perusahaan swasta yang
mengemban semangat liberalisme, di samping perusahaan negara dan koperasi),
ataukah karena akibat tafsiran yang kurang tepat. Pertanyaan Widjojo Nitisastro
semacam itu sebenarnya tidak perlu ada apabila beliau menyadari makna Ayat II
Aturan Peralihan UUD 1945 dan mengkajinya secara mendalam.
Di samping itu, menurut pendapat
saya, Widjojo Nitisastro alpa memperhatikan judul Bab XIV UUD 1945 di mana
Pasal 33 (dan Pasal 34) bernaung di dalamnya, yaitu “Kesejahteraan Sosial”,
sehingga beliau terdorong untuk lebih tertarik terhadap masalah bentuk-bentuk
badan usaha (koperasi, perusahaan negara dan swasta) daripada terhadap masalah
ideologi kerakyatan yang dikandung di dalam makna “Kesejahteraan Sosial” itu.
Akibatnya beliau alpa pula bahwa …..read
more
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kesalahan utama kita dewasa ini
terletak pada sikap Indonesia
yang kelewat mengagumi pasar-bebas. Kita telah “menobatkan” pasar-bebas sebagai
“berdaulat”, mengganti dan menggeser kedaulatan rakyat. Kita telah menobatkan
pasar sebagai “berhala” baru. Kita boleh heran akan kekaguman ini, mengapa
dikatakan Kabinet harus ramah terhadap pasar, mengapa kriteria menjadi menteri
ekonomi harus orang yang bersahabat kepada pasar. Bahkan sekelompok ekonom
tertentu mengharapkan Presiden Megawati pun harus ramah terhadap pasar. Mengapa
kita harus keliru sejauh ini.
Mengapa
tidak sebaliknya bahwa pasarlah yang harus bersahabat kepada rakyat, petani,
nelayan, dst. Siapakah sebenarnya pasar itu? Bukankah saat ini di Indonesia
pasar adalah sekedar (1) kelompok penyandang/ penguasa dana (penerima
titipan dana dari luar negeri/komprador, para pelaku KKN, termasuk para
penyamun BLBI, dst); (2) para penguasa stok barang (termasuk penimbun dan
pengijon); (3) para spekulan (baik di pasar umum dan pasar modal); dan (4)
terakhir adalah rakyat awam yang tenaga-belinya lemah. Pada hakekatnya yang
demikian itu ramah kepada pasar adalah ramah kepada ketiga kelompok pertama
sebagai pelaku utama (baca: para penguasa pasar dan penentu pasar). Oleh karena
itu…..read
more
========================================================
www.kampussaya.com